Hayu batur urang diajar sing suhud
Ulah lalawora
Bisi engke henteu naek
Batur seuri urang sumegruk nalangsa
Naon-naon piwarangna bapa guru
Pigawe sing gancang
Omat ulah rek talangke
Piwurukna regepkeun ku sarerea
TANDAK/PANAMBIH
Hayu batur urang diajar sing suhud
Ulah lalawora
Bisi engke henteu naek
Batur seuri urang sumegruk nalangsa
Hirup mencil embung ngahiji jeung batur
Eta goreng pisan
Moal aya gotong royong
Mending mana rea batur jeung nyorangan
A. Pendahuluan
Indonesia memiliki begitu banyak
kebudayaan dan kesenian. Diantaranya kesenian yang ada di Jawa Barat yaitu
pupuh. Pupuh adalah karya sastra berbentuk puisi yang termasuk bagian dari
khazanah sastra Sunda. Pupuh adalah seni
musik masyarakat suku sunda yang merupakan sastra lisan, suatu sastra yang
diperoleh dari turun temurun melalui ucapan. Pupuh yang ada di daerah
sunda pada awalnya berasal dari khasnah
jawa, kemudian masuk ke dalam kesusastraan sunda pada abad ke 17 Masehi. Pupuh
itu terikat oleh patokan (aturan) pupuh, berupa guru wilangan,
guru lagu, dan watek. Guru wilangan adalah jumlah engang
(suku kata) tiap padalisan (larik/baris). Guru lagu adalah sora
panungtung (bunyi vokal akhir) tiap padalisan. Sedangkan watek adalah karakteristik isi pupuh.
Pupuh yang sudah dikenal di jawabarat, daerah pasundaan terdapat 17 pupuh,
yaitu: 1. Kinanati, 2. Asmarandana, 3. Wirangrong, 4. Gambuh, 5.Jurudemung, 6.
Balakbak, 7. Gurisa, 8. Lambang, 9. Landrang. 10. Mijil, 11. Magatru, 12.
Pucung, 13. Maskumambang, 14. Sinom, 15. Pangkur, 16. Durma, 17. Dangdanggula .
4 macam pupuh yang ada di atas ini ada yang dikatagorikan sebagai pupug ageung,
yang meliputi: Kinanti, Sinom, Asmarandana, Dangdanggula dan yang selebihnya
termasuk pupuh Alit. Tembang pupuh ini biasanyanya dinyanyikan dengan diiringi
musik kecapi. Setiap pupuh terdapat lagu “panambih” sebagai penutup pupuh
tersebut, sedangkan bait-bait sebelum lagu panambih disebut “mamaos”. Orang
yang menyanyikan pupuh disebut juru tembang atau juru mamaos.
B. Pengelompokan
Pupuh
Menurut konsep
penciptaannya, yaitu pujangga jawa, pupuh dapat dibedakan menjadi: (1) Sekar
Kawi, (2) Sekar Ageng, (3) Sekar Tengahan, (4) Sekar Alit.
1.
Sekar
Kawi: merupakan terjemahan dari puisi india, dialih-bahasakan ke dalam bahasa
jawa oleh para pujangga jawa. Bisa disebut juga macasan Lagu (wawacan pertama). Yang termasuk sekar kawi
diantaranya: Dandaka, Candaka, pugarya.
2.
Sekar
Ageng: sekar ageng bisa disebut juga Macaro lagu atau Tembang Gede. Disusun
oleh Prabu Dasiwara pada tahun 1088 Masehi. Pupuh ini meliputi diantaranya
pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana dan Dangdanggula.
3.
Sekar
tengahan: sekar tengahan bisa disebut Macatri Lagu atau Sekar Dagelan. Yang
disusun oleh Prabu Daniswara di Medang Kemulan pada tehun 1090 Masehi. Tembang
yang termasuk kedalam sekar alit yaitu: Balakbak Gambuh IV, Juru Demung,
Wirangronng, Maskumambang, Magatru.
4.
Sekar
Alit: sekar alit bisa disebut juga Macapat lagu atau Tembang Cilik. Yang
disusun oleh Prabu Banjaran Sari di Sigaluh pada tahun 1269 Masehi. Yang
termasuk kedalam pupuh sekar alit ini yaitu: Durma, Kinanti, Pangkur, Pucung.
C. Proses
penciptaan pupuh
Asal mula
penciptaan pupuh, pada awalnya sebuah tembang yang dinyanyikan dikalangan
ningrat/elit, kemudian berkembang di pendopo. Bupati memerintahkan kepada
bawahannya untuk menyebarluaskan pupuh tersebut kepada masyarakat di tiap-tiap
daerah untuk menyampaikan nasehat-nasehat melalui pupuh, berupa nasehat
hubungan manusia dengan sang pencipta yaitu Allah swt, dengan alam, dengan
hewan, dan dengan sesama manusia.
Untuk membuat pupuh ada aturan-aturan yang harus
diperhatikan yaitu:
1. jumlah baris dalam tiap bait, setiap pupuh memilliki
aturan-aturan jumlah baris yang berbeda-beda, jumlah baris/ padalisan dalam
setiap bait sangat menentukan bentuk pupuh. Dalam pupuh pucung ini harus
memiliki jumlah baris dalam setiap baitnya itu yaitu 4 baris.
2.
guru
wilangan: guru wilangan yaitu jumlah suku kata dalam tiap bait. Aturan guru
wilangan (suku kata) dalam pupuh yaitu harus terdiri dari 6-12 suku kata dalam
tiap barisnya. Aturan/patokan suku kata dalam tiap bait pada pupuh pucung ini
yaitu:
·
baris
pertama : 12 suku kata/wilangan
·
baris
ke dua : 6 suku kata/wilangan
·
baris
ke tiga : 8 suku kata/wilangan
·
baris
ke empat : 12 suku kata/wilangan
3.
guru
lagu: guru lagu yaitu bunyi vokal akhir dalam tiap barisnya (a-i-u-e-o).
aturan/ patokan guru lagu/vokal akhir dalam tiap bait pada pupuh pucung yaitu:
·
baris
pertama : u
·
baris
ke dua : a
·
baris
ke tiga : e/o
·
baris
ke empat : a
D. Tema
dan Isi Pupuh Pucung
Pupuh Pucung ini
bertemakan tentang pendidikan. Isi pupuh pucung ini mengajak kepada anak-anak
supaya tekun dalam menuntut ilmu, serta memberi nasehat kepada anak-anak supaya
menyimak atau memperhatikan segala sesuatu yang diajarkan oleh guru dan juga
memberi nasehat supaya segera mengerjakan tugas-tugas yang diperintah oleh
guru.
Dalam pupuh
pucung ini tidak hanya berisikan
nasehat-nasehat supaya anak-anak rajin belajar, tetapi dalam pupuh pucung ini
berisikan nasehat supaya anak-anak akrab dengan teman-temannya, supaya
anak-anak berbaur atau saling berinteraksi satu-sama lain. Karena ketika siswa
berinteraksi dengan teman-temannya, secara tidak langsung anak-anak tersebut
belajar saling menghargai satu-sama lain dan akan terciptanya sikap gotong
royong atau sikap kebersamaannya, saling menghargai satu-sama lain.
E. Watak
Pupuh Pucung
Setiap pupuh
memiliki wataknya masing-masing dan watak setiap pupuh dapat menjadi identitas
pupuh tersebut. pupuh pucung ini
memiliki watak untuk menggambarkan perintah, nasehat dan gotong
royong/kebersamaan.
F. Tujuan
Pupuh Pucung
Pada awalnya pupuh
dibuat yaitu untuk bacaan amanat dari pemerintah ke warga, yang di sampaikan
oleh para abdi dalem kerajaan/pemerintahan untuk menggambarkan rasa kecintaan
kita pada negeri sendiri “lemah cai”.
Isi pupuh bertujuan untuk mengingatkan kepada masyarakat tentang hubungan
manusia dengan sang pencipta yaitu Allah swt, dengan alam, binatang dan dengan
sesama manusia.
Karena setiap pupuh
itu memiliki tujuan atau maksud yang berbeda-beda. Tujuan penciptaan pupuh
pucung ini yang paling utama yaitu untuk sarana penyampaian nasehat-nasehat
kepada siswa atau anak-anak melalui tembang atau pupuh. Supaya anak-anak merasa
senang dan dapat menerima nasehat tersebut dengan senang hati tanpa adanya
kesan memarahi atau menasehati anak dengan paksaan. Sehingga anak-anak dapat
menerima nasehat tersebut dengan senang hati dan nasehat-nasehat tersebut
selalu dapat diingat oleh anak-anak karena dapat dinyanyikan kapan saja dan
dimana saja.
G. Stuktur
teks
(Mamaos)
1.
Bait
pertama
a. Hayu
batur urang diajar sing suhud
1)
Formula
sintaksis
Hayu
batur: Ket.ajakan
Urang:
S, Nom, Pelaku
Diajar:
P, Verba, Perbuatan
Sing
suhud: Ket.cara
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
- Guru lagu :
u
3)
Asonansi
Vokal : u - Aliterasi
konsonan : r
4)
Diksi
arkeik :
-
b. Ulah
lalawora
1)
Formula
sintaksis: tidak ada karena suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 6
- Guru lagu :
a
3)
Asonansi
Vokal : a - Alitersai konsonan : l
4)
Diksi
arkeik : ulah lalawora, artinya jangan main-main/ jangan tidak
Serius
c. Bisi
engke henteu naek
1)
Formula sintaksis: tidak ada karena
suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 8
- Guru lagu :
e
3)
Asonansi
Vokal : e
- Alitrasi konsonan : k dan n
4)
Diksi
arkeik : bisi
engke henteu naek, artinya takut nanti tidak naik
Kelas
d. Batur seuri urang sumegruk nalangsa
1)
Formula
sintaksis
batur,
urang: S, nomina, pelaku
seuri,
sumegruk: P, Verba, perbuatan
nalangsa:
pelengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
- Guru
lagu : a
3)
Asonansi
Vokal : a -
Alitrasi konsonan : k
4)
Diksi
arkeik : -
2.
Bait
kedua
a. Naon-naon
piwarangna bapak guru
1)
Formula
sintaksis: tidak ada karena suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama :
b)
Ritma : - Guru Wilangan : 12
- Guru
lagu : u
3)
Asonansi
Vokal : a - Alitrasi konsonan : k dan n
4)
Diksi
arkeik : -
b. Pigawe
sing gancang
1)
Formula sintaksis: tidak ada karena
suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 6
- Guru lagu :
a
3)
Asonansi
Vokal : a - Alitrasi Konsonan : g
4)
Diksi
arkeik : -
c. Omat
ulah rek talangke
1)
Formula sintaksis: tidak ada karena
suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 8
- Guru lagu :
e
3)
Asonansi
vokal : a -
Alitrasi konsonan : t, k, dan l
4)
Diksi
arkeik : omat ulah rek talangke, artinya: awas jangan dinanti-
Nanti atau terlalu santai
d. Piwurukna
regepkeun ku sarerea
1)
Formula
sintaksis
Piwurukna:
S, verba
Regepkeun:
P, verba, perbuatan
Ku sarerea: O, nomina, penerima
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
- Guru lagu :
a
3)
Asonansi
Vokal : u -
Alitrasi konsonan : k
4)
Diksi
arkeik : -
(Tandak/Panambih)
3. Bait ke tiga
a. Hayu
batur urang diajar sing suhud
1)
Formula
sintaksis
Hayu batur: ket.ajakan
Urang: S, nomina, pelaku
Diajar: P, verba, perbuatan
Sing suhud: ket.cara
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
-
Guru lagu : a
3)
Asonansi
vokal : u - Alitrasi konsonan : r
4)
Diksi
arkeik : -
b. Ulah
lalawora
1)
Formula
sintaksis: tidak ada karena suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 6
- Guru lagu :
a
3)
Asonansi
Vokal : u - Alitrasi konsonan : l
4)
Diksi
arkeik : ulah lalawora, artinya jangan main-main atau jangan
tidak serius
c. Bisi
engke henteu naek
1)
Formula sintaksis: tidak ada karena
suktur sintaksisnya tidak lengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 8
- Guru lagu :
e
3)
Asonansi
vokal : e - Alitrasi konsonan :
k dan n
4)
Diksi
arkeik : bisi
engke henteu naek, artinya: takut nanti tidak naik
kelas
d. Batur seuri urang sumegruk nalangsa
1)
Formula
sintaksis
batur, urang: S, nomina, pelaku
seuri, sumegruk: P, Verba, perbuatan
nalangsa: pelengkap
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
- Guru lagu :
a
3)
Asonansi
vokal : a dan u - Alitrasi konsonan : r
4)
Diksi
arkeik : -
4.
Bait
keempat
a. Hirup
mencil embung ngahiji jeung batur
1)
Formula
sintaksis
S:
Hirup mencil
P:
Embung ngahiji
Ket.penyerta:
Jeung batur
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan rima :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
- Guru lagu : u
3)
Asonansi
vokal: u
dan I - Alitrasi konsonan: r, h, m, dan n
4)
Diksi
arkeik :
hirup mencil, artinya:
hidup menyendiri/terpisah
b. Eta
goreng pisan
1)
Formula
sintaksis
Eta:
S, verba,
Goreng
pisan: P, Adjektiva, keadaan
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan rima :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 6
- Guru lagu : a
3)
Asonansi
vokal : a dan e - Alitrasi konsonan :
4)
Diksi
arkeik : -
c. Moal
aya gotong royong
1)
Formula
sintaksis
Moal
aya: P, verba, keadaan
Gotong
royong: S, verba,
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 8
- Guru
lagu : o
3)
Asonansi
vokal : o - Alitrasi konsonan : y
4)
Diksi
arkeik : moal aya Gotong royong, artinya: tidak ada
saling
tolong menolong atau kebersamaannya.
d. Mending
mana rea batur jeung nyorangan
1)
Formula
sintaksis
S: rea batur jeung nyorangan
P: mending mana
2)
Analisis
bunyi
a)
Irama
dan ritma :
b)
Rima : - Guru Wilangan : 12
- Guru
lagu : a
3)
Asonansi
vokal : u - Alitrasi konsonan : r
4)
Diksi
arkeik : -
H. Konteks
Pertunjukan
Biasanya pupuh pucung ini dinyanyikan pada saat
kegiatan pembelajaran disekolah. Selain
untuk kegiatan pembelajaran disekolah, pupuh pucung ini biasanya dinyanyikan
dalam rangka acara kesenian dan kebudayaan, juga pupuh pucung ini di nyanyikan
dalam acara perlombaan.
I. Fungsi
Pupuh Pucung
Pupuh Pucung ini berfungsi sebagai salah satu sarana pendidikan, maksudnya yaitu
sebagai salah satu media pembelajaran siswa di sekolah maupun dimasyarakat.
Selain sebagai salah satu media pendidikan, pupuh Pucung ini berfungsi sebagai
hiburan yang mendidik bagi anak-anak dan juga sebagai pelestarian kesenian dan
kebudayaan.
J. Kelebihan
dan Kekurangan Pupuh Pucung
Kelebihan pupuh pucung
ini dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan baik di sekolah, di rumah atau
dilingkungan masyarakat. Karena berisi tentang ajakan dan nasehat-nasehat
supaya anak-anak sungguh-sungguh dalam belajar dan juga pupuh pucung ini
mengajarkan pada anak-anak supaya belajar bergotong royong atau pentingnya
kebersamaan dengan sesama manusia. Dari segi bahasa, pupuh pucung ini mudah
dimengerti oleh anak-anak karena menggunakan bahasa yang transparan atau
langsung.
Kekurangan pupuh
pucung ini yaitu, pupuh ini hanya bisa digunakan pada jenjang pendidikan SD
saja, tidak mencakup seluruh jenjang pendidikan karena kata-kata yang terdapat
dalam pupuh ini lebih tertuju untuk anak-anak yang masih kecil. Memsang nasehat-nasehat yang ada dalam pupuh ini dapat juga
di gunakan oleh remaja/dewasa, tetapi pada kenyataannya pupuh pucung ini lebih
sering ditujukan dan dinyanyikan oleh anak-anak SD. Selain itu dari segi
pemilihan kata, kurang menonjolkan diksi atau unsur artistik katanya. Sehingga
kata-kata atau bahasa yang terdapat dalam pupuh pucung ini terkesan biasa saja.
K. Perkembangan
Pupuh
Seiring
berjalanya waktu pupuh memiliki perkembangan. Baik dari bentuk, pola
syair, musik pengiring dan lain-lain,
diantarnya yaitu:
1. Dalam Bentuk Cianjuran
Cianjuran atau asal istilahnya seni mamaos, merupakan salah satu seni Sunda yang berasal dari Cianjur. Alat music yang digunakan hanya kecapi saja.
1. Dalam Bentuk Cianjuran
Cianjuran atau asal istilahnya seni mamaos, merupakan salah satu seni Sunda yang berasal dari Cianjur. Alat music yang digunakan hanya kecapi saja.
2. Dalam Bentuk
Ciawian
Ciawian merupakan salah satu kesenian Sunda yang berasal dari Ciawi Tasikmalaya. Bentuk ciawian hanya dibawakan oleh vokal saja. lagu-lagunya pun umumnya dalam laras salendro tetapi untuk pola syair menggunakan pola pupuh.
Ciawian merupakan salah satu kesenian Sunda yang berasal dari Ciawi Tasikmalaya. Bentuk ciawian hanya dibawakan oleh vokal saja. lagu-lagunya pun umumnya dalam laras salendro tetapi untuk pola syair menggunakan pola pupuh.
3. Dalam Bentuk
Cigawiran
Cigawiran adalah salah satu jenis seni suara sunda dalam bentuk tembang. Kesenian ini lahir di daerah Cigawir Garut. Yang merupakan lahir dari daerah pesantren Cigawir. Yang memiliki fungsi untuk pembelajaran agama, banyak menggunakan laras pelog, madenda, dan salendro, pola sastranya menggunakan pupuh misalnya dalam lagu Cigawiran rumpaka pupuh dangdanggula.
Cigawiran adalah salah satu jenis seni suara sunda dalam bentuk tembang. Kesenian ini lahir di daerah Cigawir Garut. Yang merupakan lahir dari daerah pesantren Cigawir. Yang memiliki fungsi untuk pembelajaran agama, banyak menggunakan laras pelog, madenda, dan salendro, pola sastranya menggunakan pupuh misalnya dalam lagu Cigawiran rumpaka pupuh dangdanggula.
4. Dalam Bentuk
Pupuh Raehan
Perkembangan
yang paling terbaru yaitu pupuh kreasi hasil karya dosen Karawitan STSI Bandung
H. Yusuf Wiradiredja,S.Kar. M.Hum yang sering di sapa Yus Wiradiredja ini,
merupakan perkembangan yang berbeda dari Cianjuran, Cigawiran dan Ciawian.
Bedanya Pupuh kreasi ini dengan pupuh yang umum yaitu pada pupuh kreasi alat
musik yang digunakan lebih banyak diantaranya kecapi, kendang, dan instrumen-instrumen
sendiri hasil modifkasi Yus Wiradiredja sehingga menciptakan suasana yang lain
sedangkan pupuh biasanya tanpa iringan atau hanya menggunakan kecapi saja.
Tetapi zaman sekarang
sangat berbanding terbalik dengan zaman dahulu. kelestarian pupuh saat ini
sudah sedikit tersingkirkan di masayarakat, khususnya di masyarakat suku Sunda.
Sekarang sudah hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui dan melestarikan
kesenian pupuh. Keberadaan pupuh ini sudah pulai terlupakan oleh generasi
sekarang, dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu: pertama, sekarang-sekarang ini merupakan
era globalisasi, sehingga kebudayaan-kebudayaan luar negeri dengan mudahnya masuk
ke Negara kita dan mempengaruhi remaja-remaja saat ini untuk mengikuti
kebudayaan luar sehingga kebudayaan yang dimilikinya terlupakan. Kedua, anggapan remaja-remaja saat ini
bahwa lagu-lagu pupuh itu merupakan lagu zaman dulu “jadul” dan hanya cocok
untuk kalangan orang tua saja dan beranggapan bahwa tembang pupuh ini kurang
modern dibandingkan dengan lagu-lagu pop saat ini yang lebih modern baik dari
segi nada ataupun liriknya. Ketiga, lingkungan
masyarakat, keluarga dan sekolah kurang mendukung dalam pelestarian kesenian
pupuh ini, sehingga wajar saja apabila remaja saat ini kurang atau bahkan tidak
mengetahui dan meminati pupuh.
Apabila keadaan ini
terus saja dibiarkan, lama-kelamaan kesenian tradisional pupuh ini akan
terancam punah atau bisa saja di klaim oleh Negara lain, seperti kasus reog
Ponoorogo tempo dulu. Salah satu upaya kita untuk tetap mempertahankan kesenian
pupuh, kita harus bersama-sama mendukung pelestarian pupuh ini, diantaranya
yaitu dengan cara: mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan pupuh,
membuat atau mendukung acara-acara yang berkaitan dengan pupuh, memperkenalkan
kesenian pupuh ini pada generasi muda dan memberikan motivasi-motivasi pada
mereka supaya mereka menyayangi dan mencintai pupuh dan kesenian tradisional lainnya.
Nn larasna eta pupuh?
BalasHapus